sejarah pergerakan Nasional Indonesia
BUDI UTOMO
Sejarah
Berdirinya Budi Utomo
Sebuah perkumpulan bercorak nasionalis pertama di
Indonesia, didirikan Rabu pagi, 20 Mei 1908 di Jakarta, yang
tanggal tersebut kemudian dijadikan Hari Kebangkitan Nasional.
Dipelopori oleh pemuda-pemuda dari STOVIA, Sekolah Peternakan dan
Pertanian Bogor, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang
dan Probolinggo serta Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya.
Para pelajar terdiri dari Mas Soeradji, Mas Muhammad Saleh, Mas
Soewarno A., Mas Gunawan, Mas Suwarno B., R. Mas Gumbreg, R. Angka,
dan Soetomo. Nama Budi Utomo diusulkan oleh Mas Soeradji dan semboyan
yang dikumandangkan adalah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan
bukan Java Vooruit (Jawa Maju).
Pembentukannya berawal dari perjalanan dokter
Wahidin Sudirohusodo yang mengadakan kampanye di kalangan priayi Jawa
antara tahun 1906-1907. Tujuannya ialah meningkatkan martabat rakyat
dan bangsa. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan
membentuk Dana Pelajar (Studiefonds) yang merupakan lembaga
untuk membiayai pemuda pemuda yang cerdas tetapi tidak mampu
melanjutkan studio Pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan
Sutomo, seorang pelajar dari STOVIA di Jakarta. Berdasar pertemuan itu,
Sutomo menceriterakan kepada teman-temannya di STOVIA maksud dan
tujuan dr. Wahidin.
Tujuan yang semula hanya mendirikan suatu dana
pelajar, diperluas dengan jangkauan yang kelak memungkinkan
berdirinya organisasi Budi Utomo. Istilah Budi Utomo terdiri atas,
kata budi yang berarti perangai atau tabiat
dan utomo yang berarti baik atau luhur. Jadi Budi Utomo, menurut
pendirinya, adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan
keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat.
Tujuan
Budi Utomo
Tujuan Budi Utomo adalah memperoleh kemajuan yang
harmonis bagi nusa dan bangsa Jawa dan Madura. Pada waktu itu ide persatuan
seluruh Indonesia belum dikenal. Karena itu yang dikehendaki
Budi Utomo, hanyalah perbaikan sosial yang meliputi Jawa dan Madura,
juga kata kemerdekaan sama sekali belum disebut. Untuk
melaksanakan tujuan tersebut ditempuh beberapa usaha:
(1)
Memajukan pengajaran sesuai dengan apa yang dicita citakan dr.
Wahidin. Ini merupakan usaha pertama untuk mencapai kemajuan bangsa.
(2) Memajukan
pertanian, peternakan, perdagangan. Jadi sudah dimengerti
bahwa kemajuan harus juga meliputi bidang perekenomian.
(3) Memajukan teknik
dan industri, yang berarti bahwa ke arah itu sudah menjadi cita-cita.
(4) Menghidupkan
kembali kebudayaan.
Terpilihnya
Sutomo Sebagai Ketua
Terpilih sebagai Ketua Budi Utomo ialah Sutomo. Para
pendukungnya antara lain Gunawan, Suradji, Suwardi
Suryaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober
1908, diadakan kongres Budi Utomo pertama di Yogyakarta. Ini
dilakukan untuk mengesahkan Anggaran Dasar organisasi serta membentuk
pengurus besar. Susunan personalianya adalah sebagai berikut:
o Ketua, Tirtokusumo (Bupati
Karanganyar)
o Wakil Ketua, dr. Wahidin
Sudirohusodo (dokter Jawa)
o Sekretaris, Dwidjosewojo dan
Sosrosugondo (keduanya guru di Kweekschool Yogyakarta);
o Bendahara, Gondoatmodjo (Opsir Legiun
Pakualaman);
o Komisaris, Suryodiputro (Jaksa
Kepala Bondowoso),
o Djojosubroto (Wedana Kota Bandung),
o Gondosubroto (Jaksa Kepala Surakarta
dan
o dr. Tjipto Mangunkusumo (dokter di
Demak).
Budi Utomo tergolong organisasi pertama di antara
organisasi bangsa Indonesia yang disusun secara modern.
Merupakan organisasi kebangsaan yang berdasar pada usaha individu
yang bebas dan sadar terhadap persatuan. Surat kabar
Batavia, Bataviansch Nieuwsblad menyebutnya sebagai langkah pertama
telah diayunkan dan itulah langkah yang besar. Pada tanggal 13 Juli 1908
dalam surat kabar ini termuat tekad kaum muda sebagai pemimpin di
masa yang akan datang untuk memperbaiki keadaan rakyat.
Beberapa Kongres Budi Utomo
Pada tanggal 5 Oktober 1908, kongres peresmian dan
pengesahan anggaran dasar, diadakan di Yogyakarta. Tujuan
perkumpulan untuk kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, pedagangan, teknik dan
industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk
mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. Pengurus pertama terdiri
dari: Tirto Kusumo (Bupati Karanganyar), sebagai ketua;
Wahidin Sudiro Husodo (dokter Jawa) , Wakil ketua; Dwijosewoyo dan
Sosrosugomdo (keduaduanya guru Kweekschool), sekretaris; Gondoatmodjo
(opsir legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa
kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto
Mangoenkoesoemo (dokter di Demak) sebagai komisaris. Simpatisan untuk organisasi
ini berdatangan, sehingga setahun kemudian (1909) tercatat 40 cabang.
Setelah itu bermunculan perhimpunan-perhimpunan politik lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya dalam suasana politik
yang semakin terbuka melalui Kongres 1928, Budi Utomo memutuskan akan
menjalankan prinsip nonkooperasi jika rencana undang-undang tentang
Inlandsche Meerderheid dalam Volksraad ditolak Perwakilan Rakyat
Belanda. Keputusan penting penambahan satu kalimat dalam pasal tujuan
perhimpunan: membantu terlaksananya cita-cita persatuan Indonesia. Konggres
1932, tujuan BU diubah secara radikal yaitu Mencapai
Indonesia Merdeka. Prakarsa mengenai fusi disetujui kongres; terbuka
bagi perhimpunan yang beranggotakan orang Indonesia;
diselenggarakan atas dasar kenasionalan Indonesia yang menuju
Indonesia merdeka dan Kesatuan; bersikap kooperatif, dengan
hal-hal tertentu dijalankan non-kooperatif. Konggres Juni 1933,
membahas masalah Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen
ordonnantie), perbaikan hidup kaum tani dan menentang pembatasan hak
berserikat dan berkumpul. Januari 1934, dibentuk komisi
BUPBI (Persatuan Bangsa Indonesia), yang kemudian disetujui oleh
kedua pengurus besarnya pertengahan 1934. Tanggal 24-26 Desember
Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU, dan
lahirlah Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA.
Perkembangan Budi Utomo
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat
kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang
Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang
mewujudkan kata politik ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah
pengertian mengenai tanah air Indonesia makin lama makin bisa diterima dan
masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah
lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua
orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya tanah air (Indonesia) adalah di atas
segala-galanya.Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya
dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di
Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan
dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto,
menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia
yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini
ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu
rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan
perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij
karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut,
makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang
memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan
ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia
sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja
pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang
kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik
Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan
sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu
pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes
Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda
(lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor
politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih
mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo
adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang
Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia"
tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian,
nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat
untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula
Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya
mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya
akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam,
nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.
SAREKAT ISLAM
MUNCULNYA
GERAKAN SAREKAT ISLAM
Sebelum menggunakan nama Sarekat Islam, organisasi ini
bernama Saarekat Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh Wirjodikoro yang
setelah menunaikan ibadah haji bernama Haji Samanhudi di Solo pada akhir 1911.
Sebenarnya ada pula sebagian pendapat yang mengatkan bahwa SDI telah berdiri
pada tahun 1905. Tujuan SDI adalah memajukan perdagangan, melawan monopoli
Toinghoa dan memanjukan Agama Islam. Karena itulah, SDI disebut gerakan
nasionalistis-religius-ekonomis. Dalam perkembangannya, SDI tidak sekadar menjadi
organisasi yang ebrgeak dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang
politik. Perjuangan dalam bidang politik dilakukan sebagai reaksi atas
Christelijke Zending atauKristening-Politiek yang dilakukan terhadap pengajaran
agama di Indonesia. Namun, Belanda justru memberi kesempaatan kepada pengajaran
zending dan missie. SDI adalah simbol perlawanan atas kesewenang-wenangan
Pemerintah Kolonial Belanda.
SDI mengarahkan pergerakannya di kalangan rakyat
kebanyakan. Salah satu sebab berdirinya SDI adalah untuk melawan perdagangan
Bangsa Tiionghoa, maka sering terjadi permusuhan dan persaingan natara pedanagn
Toinghoa dan Pedagang Islam (Indonesia). Hal ini menimbulkan ketegangan dikedua
belah pihak yang menebabkan terjadinya huru-hara. Pemerintah menganggap SDI
bertanggung jawab atas semua ketegangan-ketegangan tersebut. Maka SDI diskors
oleh Residen Surakarta pada tanggal 12 Agustus 1912. Namun, karena tidak ada
tanda-tanda penentangan SDI, maka tanggal 26 Agustus 1912, skorsing itu dicabut
kembali.
1. Perubahan Sarekat Dagang
Islam Menjadi Sarekat Islam.
Di
kalangan para pemimpin SDI timbul niat untuk memperluas kegiatannya. Pada
tanggal 10 September 1912 dengan kedatangan H. O. S. Tjokroaminoto maka
disusunlah Anggaran Dasar (AD) baru yang isinya memperluas dan mempergiat usaha
di bidang social, pendidikan, agama serta perubahan nama menjadi Sarekat Islam
(SI) yang pengesahannya dilakukan di hadapan notaris B. Terkuile. Kemudian
tanggal 12 September 1912 setelah sampai di Surabaya Tjokroaminoto menyampaikan
AD SI itu. Haji Samanhudi menjabat Ketua Pengurus Besar yang pertama dan
Tjokroaminoto sebagi Komissarisnya. Peraturan tersebut memungkinkan pembentukan
cabang-cabang
di
bawah peimpinan pengurus besar. AD tersebut memuat tujuan SI yaitu;
·
Memajukan perdagangan
·
Memberikan pertolongan kepada kepada anggota yang mengalami kesukaran ( semacam
koperasi )
·
Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk pribumi
·
Memajukan agama Islam
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan
bahwa SI lebih menitikberatkan pada bidang ekonomi dan agama. Sementara tujuan
politik tidak ada. Akan tetapi ini hanyalah siasat belaka karena memang pada
saat itu kegiatan perpolitikan dilarang pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
pasal 111. Sementara dalam aksinya justru banyak menentang pemerintahan. Maka
tak diragukan lagi, periode SI adalah periode kebangkitan revolusioner dalam
arti tindakan yang gagah berani melawan penindasan kolonial.
Kongres SI pertama berlangsung pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya. SI
berhasil berkembang dengan baik. Misalnya SI cabang Jakarta memiliki 13.000
anggota. Oleh kekhawatiran itu, pemerintah kolonial berusaha membendung gerakan
ini. Mereka menyebutkan bahwa semua cabang harus berdiri sendiri. Penetapan ini
dikeluarkan apda tanggal 30 Juni 1913. SI-SI lokal memiliki tujuan AD yang
sama, yaitu:
·
Memajukan pertanian, perdagangan,kesehatan, pendidikan, dan pengajaran;
·
Memajukanh idup menurut perintah agama dan menghilangkan paham-paham yang
keliru dalam agama Islam;
·
mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong menolong di antara anggotanya
Pada tahun 1913, SI daerah yang diakui pemerintah
berjumlah 56 buah. Untuk mengkoordinasi SI-SI local itu, pimpinan SI
berinisiatif membentuk Central Sarekat Islam (CSI). CSI berhasil memperoleh
pengesahan hukum dari pemerintah tertanggal 18 Maret 1916. Pengurus CSI yang
pertama adalah Tjokroaminoto (ketua), Abdul Muis dan H. Gunawan (wakil ketua),
dan Haji Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Pada tanggal 17-24 Juni 1916, CSI
mengkoordinasi SI local untuk mengadakan kongres yang diselenggarakan di
Bandung. Perwakilan dari SI-SI local itu berjumlah delapan puluh. Kongres
dipimpin oleh Tjokroaminoto. Jumlah anggota yang mewakili lebih kurang 360.000.
Jumlah semua anggota pada saat itu lebih kurang 800.000. Sarekat Islam
mengajukan dua nama untuk menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) yang dibuka
pada tanggal 18 Mei 1912. SI mengirimkan Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai perwakilan
mereka.
Kongres Nasional SI ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 29 September-6 Oktober
1918 di Surabaya. Kongres memutuskan untuk menentang Pemerintahan Belanda
sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme, anggapan pegawai negeri Indonesia
sebagai alat penyokong kepentingan kapitalis, mengadakan peraturan tentang kaum
buruh untuk menentang kapitalisme, dan mengorganisasi kaum buruh. SI
menggabungkan diri kedalam Radicale Concertatie pada tanggal 16 November 1918.
Kongres keempat pada
tanggal 26 Oktober-2 November 1919 di Surabaya. Dalam kongres ini pembicaraan
utamanya adalah tentang serikat sekerja. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin
sarikat sekerja adalah Sosorokardono Sementara peningkatan jumlah anggota SI
meenjadi 2juta lebih anggota.
2. Seputar Lambang Banteng
Dalam Sarekat Islam.
Pada masa awal, SI menggunakan lambang yang sangat rumit.
Salah satu symbol dalam lambangnya adalah banteng. Lambang ini disahkan pada 23
Oktober 1917. Sepuluh tahun sebelum PNI didirikan 4 Juli 1927 dan empat belas
tahun sebelum Partai Indonesia (Partindo) didirikan 30 April 1931. Lalu lambang
banteng itu diambil menjadi lambang PNI oleh Soekarno atas izin dari H.O.S
Tjokroaminoto yang tak lain adalah menantu Bung Karno. Tjokroaminoto
mengizinkannya karena pada saat itu SI telah menyederhanakan lambangnya hanya
dengan Bulan Bintang. Bung Karno menyederhanakannya dengan hanya menjadi kepala
banteng saja. Lalu ketika PNI dibubarkan oleh Sartono, dan kemudian mendirikan
Partindo, seluruh badan banteng yang mirip lambang SI dipakai lagi oleh
Partindo.
SEJARAH
PERGERAKAN SAREKAT ISLAM
Sejak pergantian nama menjadi Sarekat Islam, pergerakan
SI menjadi sangat luas dan mengalami pasang surut. Masa perkembangan dan masa
kememasan SI telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu. Kini akan menjaelaskan
mengapa SI mengalami kemerosotan.
Terjadinya pemberontakan Toli-Toli pada tanggal 5 Juni 1919 dan pemberontakan rakyat di Cimareme. Dalam pemberontakan tersebut, SI sebenarnya tidak tersangkut. Namun pemerintahan kolonial menganggap SI ada hubungannya dengna pemebrontakan tersebut. Maka mereka bertidak keras terhadap SI. Akibatnya jumlah anggota SI merosot. Sebab-sebab tersebut diperhebat dengan munculnya propaganda komunis. Pada waktu itu, telah berdiri perkumpulan Indisch Sociaal Democratische Verengining (ISDV). Yang dipimpin oleh Sneevliet dan Semaun. Perkumpulan ini melakukan inflitrasi kedalam tubuh SI. Semaun memimpin dua organisasi, yaitu sebagai Ketua Cabang SI Semarang dan ketua ISDV. Sesudah Revolusi Bolsevik di Rusia pada Oktober 1917, ISDV menyatakan diri sebagai organisasi komunis dengan nama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23 Mei 1920.
Terjadinya pemberontakan Toli-Toli pada tanggal 5 Juni 1919 dan pemberontakan rakyat di Cimareme. Dalam pemberontakan tersebut, SI sebenarnya tidak tersangkut. Namun pemerintahan kolonial menganggap SI ada hubungannya dengna pemebrontakan tersebut. Maka mereka bertidak keras terhadap SI. Akibatnya jumlah anggota SI merosot. Sebab-sebab tersebut diperhebat dengan munculnya propaganda komunis. Pada waktu itu, telah berdiri perkumpulan Indisch Sociaal Democratische Verengining (ISDV). Yang dipimpin oleh Sneevliet dan Semaun. Perkumpulan ini melakukan inflitrasi kedalam tubuh SI. Semaun memimpin dua organisasi, yaitu sebagai Ketua Cabang SI Semarang dan ketua ISDV. Sesudah Revolusi Bolsevik di Rusia pada Oktober 1917, ISDV menyatakan diri sebagai organisasi komunis dengan nama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23 Mei 1920.
Pada tahun 1923, SI mengadakan kongres yang ketujuh di
Madiun. Memutuskan untuk mengganti CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).
Setelah berganti nama menjadi PSI, perkumpulan ini kegiatannya sebagai berikut
:



PSI meningkat menjadi gerakan kebangsaan pada tahun 1927.
Pada saa itu, PSI mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Perubahan itu terjadi karena masuknya Dr. Sukiman dalam PSII. Masuknya
Dr. Sukiman menimbulkan perpecahan di tubuh PSII. Golongan Tjokroaminoto dan H.
Agus Salim (golongan tua) tidak setuju dengan cara-cara Dr. Sukiman (golongan
muda). Dr. Sukiman kemudian dipecat dari PSII. Ia mendirikan partai baru yaitu
Partai Islam Indonesia (PII). Namun ternyata akibatnya sangat buruk. Maka tak
ada cara lain kecuali PSII mencabut pemecatan Dr. Sukiman. Akan tetapi tenyata
tidak bertahan lama. Akhirnya Dr. Sukiman keluar lagi dari PSII. Perpecahan
dalam tubuh PSII terus berlanjut dengan keluarnya Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo. Akhirnya, PSII terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu aliran
Kartosoewirjo, aliran Abikusno, dan aliran Sukiman. Hal itu mengakibatkan
kerugian pada gerakan islam sendiri, yaitu kedudukannya sebagai partai besar
mengalami kemunduran.
IDEOLOGI
SAREKAT ISLAM
Ideologi yang dibawa oleh SI adalah nasionalisme yang
berbasis Agama Islam. Namun infiltrasi yang dilakukan oleh komunis menyebabkan
perpecahan ditubuh SI karena perbedaan ideology. SI terpecah menjadi SI Putih
dan SI Merah. SI Putih dipimpin oleh Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Sementara
SI Merah dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Jiwa besar para pemimpin SI dalam
menghadapi komunisme masih jelas dalam kongres tanggal 2-6 Maret 1921. Dalam
kongres ini H. Agus Salim memegang peranan penting. Karena ia diserahi tugas
bersama Semaunya untuk menetapkan dasar-dasar baru sebagai pengganti dasar 1917
yang pada pokoknya menentukan bahwa penjajahan dalam bidang politik dan ekonomi
itu disebabkan kapitalisme. SI masih memberikan hati kepada kaum komunis yang
diwakili Semaun dan Darsono. Mereka sebagai ketua dan wakil ketua PKI di
samping masih memegang jabatan sebagai pengurus SI. Mereka pun tetap berusaha
berada dalam SI dengan meksud agar dapat menggantikan inti batin organisasi
dari Islam menjadi Komunis.
Namun dalam kongres luar biasa SI pada tahun 1921, Semaun
dan kawan-kawannya dikeluarkan dari SI. Mereka mengubah nama SI Merah menjadi
Sarekat Rakyat. PKI menyatakan Sarekat Rakyat sebagai organisasi bawahannya.
INDISCHE PARTIJ
Indische Partij (IP) didirikan oleh Ernest Francois
Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi
Suryaningrat di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka terkenal dengan
sebutan Tiga Serangkai. Sebelum membentuk Indische Partij, mereka telah
memropagandakan Hindia untuk Hindia. Douwes Dekker ingin menanamkan perasaan
kebangsaan terhadap orang-orang kulit putih dan kulit berwarna yang lahir di
Hindia Belanda (Indonesia). Ia ingin menyatukan orang-orang kulit putih dan
kulit berwarna.
Indische Partij adalah organisasi yang pertama kali
bergerak dalam bidang politik dengan haluan asosiasi dan kooperatif. Untuk
mewujudkan cita-citanya, Indische Partij dalam program kerja telah menetapkan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) meresapkan cita-cita
kesatuan nasional Hindia (Indonesia),
b) memberantas kesombongan
sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan,
c) berusaha untuk
mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia,
d) memperbesar pengaruh
pro-Hindia di dalam pemerintahan,
e) meningkatkan pengajaran
yang kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia,
f) memperbaiki
keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang memiliki
ekonomi lemah,
g) memberantas usaha yang
membangkitkan kebencian antara agama yang satu dan agama lainnya.
Pasal-pasal itu pula yang membuktikan bahwa Indische
Partij merupakan partai politik yang pertama muncul di Indonesia. Dalam waktu singkat
IP mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih dari 7.000 orang. Karena Indische
Partij bersifat progresif dengan tujuan ingin merdeka, pemerintahan Hindia
Belanda cemas dan bersikap tegas. Permohonan Indische Partij untuk mendapat
pengakuan sebagai badan hukum pada bulan Maret 1913 kepada pemerintah kolonial
Belanda ditolak. Alasannya, organisasi itu bersifat politik dan mengancam
keamanan umum. Meskipun kemudian ada perubahan dalam anggaran dasarnya,
permohonan Indische Partij untuk berbadan hukum tetap ditolak.
Dokter Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat selain
memimpin Indische Partij juga memimpin suatu lembaga yang diberi nama Komite
Bumiputra. Komite itu memohon kepada Raja Belanda agar pemerintah mencabut
peraturan tentang hukuman terhadap orang pribumi yang dicurigai bermaksud
jahat. Dokter Cipto Mangunkusumo juga menulis tentang sejarah dan filsafat
bangsa Jawa.
Suwardi Suryaningrat mengecam pemerintah Belanda dengan
menulis artikel yang berjudul Als Ik eens Nederlander was yang berarti Seandainya
Aku Seorang Belanda. Akibat tulisan tersebut, Belanda menjatuhkan hukuman
pengasingan kepada ketiganya. Douwes Dekker diasingkan ke Timor, dr Cipto
Mangunkusumo diasingkan ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat diasingkan ke
Bangka. Hukuman itu kemudian diubah. Ketiganya boleh memilih tempat pengasingan
ke luar negeri. Mereka akhirnya memilih Negeri Belanda. Akibat pengasingan
tersebut pengikut dan pendukung Indische Partij bubar dan banyak yang masuk ke
dalam perkumpulan Insulinde, yakni organisasi peranakan Eropa dan orang Eropa
yang ingin tetap tinggal di Hindia.
Pada tahun 1918, tokoh Tiga Serangkai diperbolehkan
pulang ke Tanah Air. Di Tanah Air, ketiga tokoh tersebut segera bergabung
dengan Insulinde dan mempunyai pengaruh besar di dalamnya. Akhirnya,
perkumpulan itu dapat menjadi partai yang berjuang menuju kemerdekaan. Oleh
karena pengaruh SI sangat kuat menyebabkan Partij Insulinde makin lemah. Dengan
perkembangan baru tersebut, pada bulan Juni 1919 Partij Insulinde diubah
namanya menjadi National Indische Partij (NIP). Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker kembali menjadi pengurus besarnya.
National Indische Partij menyusun anggaran dasar baru.
Maksud dan tujuan organisasinya hampir sama dengan Indische Partij sehingga
pada tahun 1923 National Indische Partij dilarang beraktivitas politik
pemerintah Belanda. Pemimpin partai kemudian memutuskan tidak akan mendirikan
partai lagi dan menganjurkan supaya para anggotanya memasuki salah satu partai
yang ada untuk melanjutkan perjuangan.
Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat melanjutkan
perjuangan melalui jalur pendidikan. Douwes Dekker membuka perguruan nasional
dengan nama Kesatrian Institut setingkat SD di Pasir Kaliki, Bandung. Suwardi
Suryaningrat pada tahun 1922 mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta.
Setelah mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat lebih dikenal dengan nama
Ki Hajar Dewantara. Dokter Cipto Mangunkusumo melanjutkan perjuangan politik
secara bebas dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa yang bernama Panggugah.
Perkembangan
Indische Partij
E.F.E.
Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial,
bangsa Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesama
suku bangsa merupakan keharusan dalam pemerintahan. E.F.E. Douwes Dekker
berpendapat, setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang
merupakan tujuan akhir. pendapatnya itu disalurkan melalui majalah Het
Tijdschrift dan surat kabar De Espres.
E.F.E
Douwes Dekker banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di Jakarta. Menurut
Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang Indo,
tetapi tidak mengenal supermasi Indo atas Bumi Putera, bahkan ia menghendaki
hilangnya golongan Indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera.
Suwardi Suryaningrat mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang Undang-Undang
Sekolah Liar (1933). Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuangannya yang
radikal, walaupun ia dibuang bersama E.F.E. Douwes Dekker ke Belanda tahun
1913. Pada tahun 1926 ia dibuang la dibuang lagi ke Banda dan sebelumnya
dipenjarakan dua tahun di Bandung. Sebelum Jepang masuk ia dibebaskan dari
penjara pada tahun 1943 ia meninggal dunia.
E. F.
E. Douwes Dekker melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15 September
sampai dengan 3 Oktober 1912. Perjalanan itu ia pergunakan untuk melakukan
rapat dengan golongan elit lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta, Madiun,
Semarang, Tegal, Pekalongan, dan Cirebon. E.F.E Douwes Dekker disambut hangat
oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta.
Dari
Anggaran Dasar Indische Partij dapat disimpulkan bahwa tujuannya adalah untuk
membangun lapangan hidup dan menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan
ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia Belanda dan untuk mempersiapkan
kehidupan rakyat yang merdeka. Indischer Partij berdiri atas dasar nasionalisme
yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia. Paham kebangsaan ini, setelah mengalami perjalanan panjang, diolah
dalam Perhimpuan Indonesia (1924) dan Partai Nasional Indonesia. Semangat jiwa
dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat sangat besar
berpengaruh bagi pemimpin pergerakan waktu itu, terlebih lagi Indischer Partij
menunjukan garis politiknya secara jelas dan tegas serta menginginkan agar
rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan penduduk yang multirasial. Suwardi
Suryaningrat, Tjipto Mangoenoesoemo, Douwes Dekker ingin menggagalkan niat
Belanda dengan tulisan yang berjudul Alk ik een Nederlander was yang artinya
“Andaikata aku seorang Belanda”. Ketiga tokoh Indische Partij ditangkap pada
tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. pada tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo
dikembalikan ke Indonesia (karena sakit) sedangkan Suwardi Suryaningrat dan
Douwes Dekker tetap terjun dalam bidang politik dan Suwardi Suryaningrat terjun
ke dalam bidang pendidikan, selanjutnya dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara
Tokoh-Tokoh
Pendiri Indische Partij (3 Serangkai)
1)
Ernest Douwes
Dekker
Dr.
Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker
atau Danudirja Setiabudi; lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 8 Oktober 1879-wafat di Bandung, Jawa Barat, 29 Agustus 1950 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan
dan pahlawan nasional Indonesia.
·
Riwayat hidup
Pendidikan
dasar ditempuh Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya,
lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia. Selepas lulus sekolah ia bekerja di perkebunan kopi "Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur. Di
sana ia menyaksikan perlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan
sering kali membela mereka. Tindakannya itu membuat ia kurang disukai
rekan-rekan kerja, namun disukai pegawai-pegawai bawahannya. Akibat konflik
dengan manajernya, ia dipindah ke perkebunan tebu "Padjarakan" di Kraksaan
sebagai laboran.
Sekali lagi, dia terlibat konflik dengan manajemen karena urusan pembagian irigasi untuk tebu perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia
dipecat.
2) Tjipto Mangoenkoesoemo
Dr. Cipto Mangunkusumo atau Tjipto Mangoenkoesoemo (Pecangakan, Ambarawa, 1886-Jakarta, 8 Maret 1943) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang
banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap
pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan
ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh
pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan
baru kembali 1917. Dokter Tjipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920. Ia wafat pada
tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.
3)
Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar
Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – wafat di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun; selanjutnya disingkat sebagai
"Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari
zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman
Siswa, suatu
lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah.
Berdirinya PI berawal dari didirikannya Indosche
Vereniging tahun 1908 di Belanda, iorganisasi ini bersifat moderat (selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem) sebagai perkumpulan
sosial mahasiswa Indonesia di Belanda untuk memperbincangkan masalah dan
persoalan tanah air. Pada awalnya Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi
sosial. Memasuki tahun 1913, dengan dibuangnya tokoh Indische Partij ke Belanda
maka dibuatlah pokok pemikiran pergerakan yaitu Hindia untuk Hindia yang
menjadi nafas baru. Perkumpulan mahasiswa Indonesia. Iwa Kusumasumantri sebagai
ketua menyatakan 3 azaz pokok Indische Vereeniging yaitu:
1) Indonesia menentukan
nasibnya sendiri
2) Kemampuan dan kekuatan
sendiri
3) Persatuan dalam
menghadapi Belanda
Tahun 1925 Indische Vereeniging berubah menjadi
Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya Indonesia merdeka. Banyak kegiatan yang
dilakukan oleh aktivis PI Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta
dalam kongres Liaga Demikrasi Perdamaian Internasional tahun 1926 di Paris,
dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan
kemerdekaan Indonesia. Demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak
disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan menyebabkan Hatta dkk
dituduh melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut
untuk pemberontakan terhadap Belanda maka tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya
M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo
ditangkap dan diadili. Tindakan-tindakan PI dapat dikatakan radikal, apakah
radikal itu? Radikal adalah suatu paham atau aliran yang menginginkan perubahan
atau pembaruan secara keras.
Tokoh-tokoh perhimpunan Indonesia, Guanawan Mangunkusumo,
Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan Sartono. Menurut pendapat
Anda apakah benar Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto pergerakan nasional
Indonesia. Karena status anggota PI sebagai mahasiswa membawa posisi mereka
tanpa ikatan sosial politik tertentu dan tidak memiliki kepentingan untuk
mempertahankan kedudukan, sehingga mereka tidak khawatir dalam bertindak
terang-terangan melawan pemerintah Bealnda Organisasi ini juga membuat lambang
untuk Indonesia diantaranya merah putih sebagai bendera. Semenjak berakhirnya
PD I perasaan anti kolonialis dan imperialis di kalangan pimpinan dan anggota
PI semakin menonjol, apalagi setelah ada seruan dari Presiden AS, Woodrow
Wilson mengenai hak untuk menetukan nasib bangsa sendiri. Tahun 1925 PI semakin
tegas memasuki kancah politik, yang juga didorong juga oleh kebangkitan
nasionalisme di Asia-Afrika. Disamping itu, mengusahakan suatu pemerintahan
untuk Indonesia, yang bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia semata-mata,
dan hal yang demikian itu hanya bias dicapai oleh rakyat Indonesia sendiri
tanpa mengharapkan bantuan siapapun dan pada prinsipnya menghindarkan
perpecahan demi tercapainya tujuan. Dengan pemikiran yang demikian tegas,
wajarlah apabila PI menjadi satu ancaman terhadap kredibilitas pemerintah
Belanda dalam menjalankan kolonialismenya di Indonesia.
Pergerakan Nasional antara tahun 1926-1939 dimulai dengan
Partai Nasional Indonesia (PNI). Bermula dari orang Algemenee Studie Club di
Bandung tahun 1926, Ir. Sukarno dkk seperti Mr. Sumaryo, Ali Sastroamijoyo,
& Mr. Sartono bermaksud menggalang perjuangan melalui organisasi yang
bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam Azasnya PNI berkeyakinan, bahwa
syarat yang amat penting untuk perbaikan kembali semua susunan pergaulan hidup
Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional.Oleh karena itu, maka semua kekuatan
haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional.Dengan kemerdekaan nasional
rakyat akan dapat memperbaiki rumah tangganya dengan tanpa gangguan. PNI ingin
sekali melihat rakyat Indonesia bisa mencapai kemerdekaan politik untuk
mencapai pemerintahan nasional, mencapai hak untuk mengadakan Undang-undang
sendiri dan mengadakan aturan-aturan sendiri dalam mengadakan pemerintahan.
Sesudah PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh
pemerintah Hindia Belanda akibat pemberontakannya tahun 1926-1927, maka
dirasakan perlunya wadah untuk menyalurkan hasrat dan aspirasi rakyat yang
tidak mungkin lagi ditampung oleh organisasi-organisasi politik yang ada pada
waktu itu. Sejalan dengan hal tersebut muncul organisasi kebangsaan dengan
corak politik nasionalis murni yaitu PNI yang didirikan tanggal 4 Juli 1927.
Kehadiran PNI benar-benar jadi tantangan pemerintah Hindia Belanda karena
organisasi ini benar-benar menunjukkan perlawanannya.
Dari azaz maupun tujuannya, terlihat bahwa PNI merupakan
organisasi politik yang ekstrim dan radikal yang tentu saja berlawanan dengan
keinginan pemerintah Belanda.Oleh karena itu berkali-kali tokoh-tokohnya diperingatkan
agar tidak melakukan kegiatan, terutama yang berhubungan dengan massa, seperti
rapat-rapat umum. Mengapa rapat umum dilarang, karena biasanya rapat umum
menarik ribuan massa untuk berkumpul.Walaupun demikian, semangat pantang
menyerah tokoh PNI tetap berkobar, bahkan pada tanggal 17-18 Desember 1927, PNI
berhasil memelopori terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia dalam
bentuk (PPPKI). Permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia. Kegiatan-kegaitan yang dilakukan oleh tokoh PNI menyebabkan
pemerintah Hindia Belanda kehilangan kesabaran sehingga melakukan penangkapan
terhadap tokoh-tokoh PNI, seperti Ir. Soekarno, Maskun, Supriadinata dan Gatot
Mangkupradja.Mereka kemudian diadili dan dimasukkan penjara suka miskin Bandung.
Organisasi pemuda yang pertama berdiri adalah Trikoro
Darmo yang kemudian berubah nama menjadi Jong Java. Setelah munculnya Jong
Java, berdiri organisasi pemuda yang serupa dengan nama suku atau daerahnya
masing- masing, seperti Jong Sumatranen Bod, Jong Celebes, Jong ambon, dll.
Semua organisasi kedaerahan ini punya tujuan yang sama untuk memajukan
Indonesia dan mencapai kemerdekaan. Para pemuda tersebut secara langsung tidak
berkiprah dalam gerakan yang bercorak politik, namun lebih mengarah pada usaha
untuk memajukan kebudayaan daerah masing-masing.
Dalam kongres pemuda ke II tercapai suatu kesepakatan
adanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yang merupakan cermin persatuan
dan kesatuan yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Pada waktu Kongres
Pemuda II berlangsung, dikibarkan pula bendera merah putih dengan iringan lagu
Indonesia Raya karya W.R. Supratman. Sumpah Pemuda ini merupakan sebuah
momentum yang sangat penting karena sejak saat itu telah timbul suatu perasaan
kebangsaan dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan semakin nyata. Untuk
lebih jelasnya berikut ini dicantumkan hasil Kongres Pemuda Indonesia II yang
disetujui pada tanggal 28 Oktober 1928.
·
PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA
Kerapatan
pemuda-pemuda Indonesia yang berdasarkan dengan nama Jong Java, Jong Sumatera
(Pemuda Sumatera), Pemuda Indonesia, Sekar Rukun Jong Islamieten, Jong Batak
Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, dan Perhimpunan Pelajar Indonesia.
Membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Jakarta. Sesudahnya
mendengar segala isi-isi pidato-pidato dan pembicaraan ini.
Kerapatan
lalu mengambil kepoetusan:
Pertama:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA
Kedua:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE BANGSA INDONESIA
Ketiga:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA
Kedua:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE BANGSA INDONESIA
Ketiga:
KAMI POETRA
DAN POETRI INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN BAHASA INDONESIA
Setelah
mendengar poetusan ini, kerapatan mengeloearkan keyakinan asas ini wajib
dipakai oleh segala perkoempulan-perkoempulan kebangsaan Indonesia.
Mengeloearkan keyakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan
dasar poetusannya:
·
KEMAJUAN SEJARAH BAHASA, HUKUM ADAT, PENDIDIKAN DAN KEPANDUAN
dan mengeloearkan penghargaan soepaya poetusan ini
disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibacakan dimuka rapat perkumpulan-
perkumpulan. Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda tersebut,
mendorong organisasi pergerakan nasional yang bersifat politik untuk kesatuan
melawan pemerintah Hindia Belanda. Dengan keyakinan bahwa perjuangan secara
bersama akan lebih mudah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, maka pada
tanggal 17-18 Desember 1927 dibentuklah suatu permufakatan
Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang dipelopori
oleh Ir. Sukarno dari PNI. Perhimpunan ini terdiri dari beberapa organisasi
pergerakan nasional seperti PSII, BU, PNI, Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Kaum
Betawi dan Kelompok Studi Indonesia. PPPKI diharapkan mampu mempersatukan dan
menjadikan gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi yang baik.
Dalam perkembangan selanjutnya, PPPKI tidak mampu mewujudkan cita-citanya, hal
ini disebabkan adanya pertentangan antara tokoh-tokoh partai yang tergabung di
dalamnya. Tekanan dari pemerintah Hindia Belanda juga menjadi salah satu sebab
semakin menurunnya peran perhimpunan ini dalam pergerakan nasional Indonesia.
Upaya untuk meraih kemerdekaan terus dilakukan, baik melalui perjuangan
kooperatif maupun non kooperatif. Belanda selalu menutup jalan dan melakukan
penekanan terhadap gerakan non kooperatif sementara terhadap gerakan yang
kooperatifpun diwajibkan selalu minta izin apabila akan mengadakan kegiatan.
Hal tersebut membuat kesal para tokoh pergerakan, sehingga melalui
Volksraad (dewan rakyat), partai-partai yang tergabung dalam PPPKI
mengeluarkan petisi tanggal 15 Juli 1936. Petisi yang dikenal sebagai Petisi
Sutardjo itu ditanda tangani oleh Sutarjo, IJ. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk
tumenggung dan Kwo Kwat Tiong, berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk
membahas status politik Hindia Belanda 10 tahun mendatang. Belanda menolak
petisi tersebut. Hal ini tentu membuat para tokoh pergerakan kecewa. Gagalnya
petisi Sutarjo merupakan tantangan bagi para tokoh pergerakan nasional. Untuk
mengatasi kekecewaan tersebut di atas maka para tokoh pergerakan nasional
mendirikan organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada
tanggal 21 Mei 1939. Gapi merupakan gabungan dari Parindra (Partai Indonesia
raya), Gerakan Indonesia (Gerindo), Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia
(PII), Partai Katolik Indonesia, Pasundan dan (PSII) Partai Serikat Islam
Indonesia. Langkah yang ditempuh GAPI adalah mengadakan Kongres Rakyat
Indonesia (KRI). Adapun tujuan dari kongres ini adalah “Indonesia Berparlemen”.
GAPI menuntut agar rakyat Indonesia diberikan hak-hak dalam urusan
pemerintahannya sendiri. Keputusan penting lain setelah “Indonesia berparlemen
adalah penetapan merah putih sebagai bendera Indonesia, lagu Indonesia Raya
sebagai lagu kebangsaan dan penggunaan bahasa Indonesia bagi seluruh rakyat di
Hindia Belanda.
Tuntutan GAPI ditanggapi oleh pemerintah Belanda dengan
Komisi Visman. Komisi ini bertujuan untuk menyelidiki keinginan bangsa
Indonesia. Ternyata komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih memihak kepada
Belanda. Pemerintah Hindia Belanda” hanya berjanji akan memberikan status
dominion kepada Indonesia dikemudian hari”. Nah, demikianlah peranan
organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia dalam perjuangan memperoleh
kemerdekaan. Apakah ada hal lain yang turut perperan dalam perjuangan tersebut?
Tentu pergerakan Nasional Indonesia tidak terlepas dari peranan pers dan
peranan wanita. Pada tahun 1909, E.F.E Douwes Dekker (Danudirja Setya budi)
memberikan sebuah uraian awal tentang pers di Indonesia, bahwa kedudukan pers
berbahasa Melayu lebih penting daripada pers Belanda.Karena dengan berbahasa
Melayu simpati dari kalangan pembaca pribumi lebih besar. Perkembangan pers
bumiputera yang berbahasa melayu menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah
kolonial untuk menerbitkan sendiri suratkabar berbahasa Melayu yang cukup besar
dengan sumber-sumber pemberitaan yang baik. Menurut Douwess Dekker secara
kronologis suratkabar berbahasa Melayu yang tertua adalah Bintang Soerabaja
(1861) dengan pokok pemberitaan mengenai usaha menentang pemerintah dan
pengaruhnya terhadap orang-orang Cina di Jawa Timur. Kemudian berikutnya adalah
Pewarta Soerabaja (1902) dengan pembacanya terbanyak dari masyarakat Cina.
Salah satu surat kabar yang terpenting adalah Kabar Perniagaan (1902), ada pula
mingguan oposisi Ho-Po. Pelopor Pers Nasional adalah Medan Prijaji yang
dipimpin oleh R.M.Tirtoadisuryo, terbit tahun 1907 sebagai mingguan, dan sejak
1910 menjadi surat kabar harian. Sementara surat kabar yang membawa suara pemerintah
dalam bahasa melayu adalah Pancaran Warta (1901) dan Bentara Hindia (1901).
Peranan Pers dalam usaha membantu menumbuhkembangkan
kesadaran nasional cukup besar artinya bagi langkah perjuangan rakyat Indonesia
menuju kemerdekaan.Ada keterkaitan yang erat antara pers nasional dengan
pergerakan- pergerakan kebangsaan sebagai penerus ide-ide nasionalisme. Sejalan
dengan pergerakan pemuda dalam pergerakan nasional, timbul pula pergerakan yang
dipelopori oleh kaum wanita. Pelopor gerakan kaum wanita adalah RA Kartini yang
menyerukan agar wanita Indonesia diberi pendidikan karena wanita juga memikul
tugas suci.Pendidikan untuk wanita Indonesia adalah untuk mengangkat derajat
sosialnya karena selama ini wanita dianggap rendah oleh bangsa Indonesia. Setelah
sebagian wanita Indonesia mendapatkan pendidikan barat dan bergaul dengan
tokoh-tokoh emansipasi Barat bermunculanlah perkumpulan atau organisasi wanita,
diantaranya Putri Mardika, kemudian sekolah Kautamaan Istri yang didirikan oleh
Raden Dewi Sartika di Bandung pada tahun 1904.Selanjutnya pada tahun 1920
muncul perkumpulan wanita yang bergerak di bidang social dan kemasyarakatan,
seperti De Gorontalo Mohammedaanshe Vrowen Vereeniging di Minahasa dan wanito
Utomo di Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, wanita mulai mendirikan
perkumpulan sendiri untuk memperjuangkan cita-citanya. Organisasi yang terkenal
antara lain Perserikatan Perempuan Indonesia, Istri Sedar, dan Istri Indonesia.
Organisasi- organisasi ini kemudian mengadakan kongres perempuan Indonesia yang
menanamkan semangat kebangsaan.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
PNI atau Partai Nasional Indonesia adalah partai
politik tertua di Indonesia. Partai ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya pada saat itu
adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo.
Propaganda PNI di tahun 1920-an
·
1927 - Didirikan di Bandung oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr
Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Selain itu para pelajar yang tergabung
dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.
·
1928 - Berganti nama dari Perserikatan
Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia
·
1929 - PNI dianggap membahayakan Belanda karena menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan sehingga
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929. Penangkapan baru dilakukan pada tanggal 29 Desember 1929 terhadap tokoh-tokoh PNI di Yogyakarta seperti Soekarno, Gatot Mangkupraja, Soepriadinata dan Maskun
Sumadiredja
·
1930 - Pengadilan para tokoh yang
ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan
dalam penjara Sukamiskin, Bandung.[3] Dalam masa pengadilan ini Ir. Soekarno menulis pidato
"Indonesia Menggugat" dan membacakannya di depan pengadilan sebagai
gugatannya.
·
1931 - Pimpinan PNI, Ir. Soekarno
diganti oleh Mr. Sartono. Mr. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk
Partindo pada tanggal 25 April 1931.[3] Moh. Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo akhirnya membentuk PNI Baru. Ir. Soekarno bergabung
dengan Partindo.
·
1934 - Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira sampai dengan 1942.
·
1955 - PNI memenangkan Pemilihan Umum
1955.
·
1973 - PNI bergabung dengan empat partai
peserta pemilu 1971 lainnya membentuk Partai Demokrasi
Indonesia.
·
1999 - PNI menjadi peserta pemilu 1999.
·
2002 - PNI berubah nama menjadi PNI
Marhaenisme dan diketuai oleh Sukmawati Soekarno, anak dari Soekarno.
Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak
berawal dari studie club. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI).
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927
tidak terlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI juga
dilatarbelakangi oleh situasi sosio politik yang kompleks. Pemberontakan PKI
pada tahun 1926 membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan baru dalam
menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir.
Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr.
Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat
karena didorong oleh faktor-faktor berikut;
a)
Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa
b)
PKI sebagai partai massa telah dilarang.
c)
Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir. Soekarno
(Bung Karno).
Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung
Karno mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan perjuangan PNI. Trilogi tersebut
mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional. Tujuan
PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI
menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang dengan usaha sendiri) dan
nonmendiancy, sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan
nonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah marhaenisme. Kongres Partai Nasional
Indonesia yang pertama diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Kongres
ini menetapkan beberapa hal berikut;
1. Susunan program yang
meliputi:
a) bidang politik untuk mencapai
Indonesia merdeka,
b) bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan
pelajaran nasional.
2. Menetapkan garis
perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi.
3. Menetapkan garis politik
memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan sosial dengan kekuatan sendiri, antara
lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional,
perkumpulan koperasi, dan sebagainya.
Peranan
PNI dalam pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Menyadari perlunya
pernyataan segala potensi rakyat, PNI memelopori berdirinya Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti
oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Berikut
ini ada dua jenis tindakan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan
berpengaruh di masyarakat.
1. Ke dalam, mengadakan
usaha-usaha dari dan untuk lingkungan sendiri seperti mengadakan kursus-kursus,
mendirikan sekolah, bank dan sebagainya.
2. Keluar, dengan
memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat
umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan di Bandung, dan Persatuan
Indonesia di Jakarta.
Kegiatan PNI ini cepat menarik massa dan hal ini sangat
mencemaskan pemerintah kolonial Belanda. Pengawasan terhadap kegiatan politik
dilakukan semakin ketat bahkan dengan tindakantindakan penggeledahan dan
penangkapan. Dengan berkembangnya desas desus bahwa PNI akan mengadakan
pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo,
Markun Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh
pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu, Ir. Soekarno dengan
kepiawaiannya melakukan pembelaan yang diberi judul “Indonesia Menggugat”.
Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI merupakan pukulan berat dan
menggoyahkan keberlangsungan partai. Dalam suatu kongres luar biasa yang
diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk
membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro dan kontra. Mr. Sartono
kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran masuk
dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai
asas PNI yang lama yaitu self help dan nonkooperasi. Namun di antara keduanya
terdapat perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru lebih mengutaman
pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan aksi massa sebagai
senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.
Tokoh-tokoh dan mantan tokoh-tokoh
·
Dr. Tjipto Mangunkusumo
·
Mr. Sartono
·
Mr Iskaq Tjokrohadisuryo
·
Mr Sunaryo
·
Soekarno
·
Moh. Hatta
·
Soepriadinata
·
Wilopo
·
Hardi
·
Suwiryo
·
Supeni
PARTAI
KOMUNIS INDONESIA
Partai
Komunis Indonesia (PKI)
adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan
PKI Madiun pada
tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30
September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI. Partai ini didirikan
atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan namaIndische Sociaal-Democratische
Vereeniging (ISDV) (atau
Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya
terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai
Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di
Hindia Belanda.
Pada
Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda,
"Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalahAdolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut
kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota,
dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti
kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan
SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan
membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada
1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara
Merdeka". Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil
mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang
ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam
waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917,
para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan
laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di
Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk
Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi
hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV
terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan
paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan
organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas
orang Indonesia.
Pembentukan Partai Komunis
Pada
awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Keadaan
yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama
di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang
anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan
pergerakan indonesia. Keputusan
tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan
keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres
ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan
Komunis di Hindia. Semaoen diangkat
sebagai ketua partai. PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi
bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis
Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada
November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh
penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan.
Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua [2]. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak
aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial,
dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda.
Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana
pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam
perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas
oleh Tan Malaka,
salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra.
Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah
pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan
Silungkang di Sumatra.
Pada
masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama
karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawh
tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam
berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai
bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi
nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol
PKI.
Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap
menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya, RI menjadi pihak yang dirugikan
dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki.Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet tersebut
dijatuhkan pada 23 Januari 1948. Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan
digantikan kabinet Hatta.
Selanjutnya Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948. Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai
oposisi terhadap pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR bergabung dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan. Beberapa
aksi yang dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan propaganda
antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan
membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan
dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow, Uni Soviet. Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk
menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI.
Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba
kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta.
Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI
dan menggantinya dengan negara komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat,
perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh
dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk PKI.
Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi
pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirmanmemerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan
pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI
dan polisi. Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan
Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pada 1950, PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan
organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah
pimpinan D.N. Aidit, dan
mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang diambil oleh
Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok di sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin
mudaseperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Pada saat itu, tak satupun di antara mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan sangat
cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165 000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada 1959.
Pada
Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang diikuti oleh
tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan danJakarta. Akibatnya, para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah
tanah untuk sementara waktu. Pada Pemilu 1955, PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari
keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang
diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Konstituante.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan
dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September 1957, Masjumi secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang.
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya
berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik
Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang
dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan parakapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan
diri sebagai sebuah partai nasional.
Pada
Februari 1958 terjadi sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan
Sukarno yang mulai condong ke timur di kalangan militer dan politik sayap
kanan. Mereka juga menuntut agar pemerintah pusat konsisten dalam melaksanakan
UUDS 1950, selain itu pembagian hasil bumi yang tidak merata antara pusar dan
daerah menjadi pemicu. Gerakan yang berbasis di Sumatera dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari 1958 telah terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI).
Pemerintahan yang disebut revolusioner ini segera menangkapi ribuan kader PKI di
wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya
Soekarno untuk memadamkan gerakan ini, termasuk pemberlakuan Undang-Undang
Darurat. Gerakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan.
Pada 1959, militer berusaha menghalangi diselenggarakannya kongres
PKI. Namun demikian, kongres ini berlangsung sesuai dengan jadwal dan Presiden
Soekarno sendiri memberi angin pada komunis dalam sambutannya. Pada 1960, Soekarno melancarkan slogan Nasakomyang merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian peranan PKI sebagai mitra dalam politik
Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi konsep Nasakom secara
positif, dan melihatnya sebagai sebuah front bersatu yang multi-kelas.
Ketika
gagasan tentang Malaysia berkembang,
PKI maupun Partai Komunis Malaya menolaknya. Dengan berkembangnya dukungan dan
keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam sejumlah
organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani
Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan
Sardjana Indonesia(HSI).
Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada
di bawah payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada
Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI,
Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri penasihat. Pada bulanApril 1962, PKI menyelenggarakan kongres partainya.
Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian
wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan sebuah Konfederasi
Maphilindo, sebuah
gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke
Malaysia dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran dengan
pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian kelompok berhasil mencapai Malaysia lalu
bergabung dalam perjuangan di sana. Namun demikian kebanyakan dari mereka
ditangkap begitu tiba.
Salah
satu hal yang sangat aneh yang dilakukan PKI adalah dengan diusulkannya Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, kemungkinan besar PKI ingin mempunyai semacam militer
partai seperti Partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya. Hal inilah yang membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan senjata
yang dilakukan PKI dengan "tentaranya".
Gerakan 30 September
Alasan
utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan
apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat
terhadap Presiden Sukarno“Aktivitas
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S,
makin agresif. Meski pun tidak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan
yang sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis
birokrat“ terutama yang bercokol di perusahaan-perusahaan negara,
pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak menepati waktunya sehingga melahirkan
"Aksi Sepihak“ dan istilah "7 setan desa“[April 2010],
serta serangan-serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap
hanya bertitik berat kepada "kepemimpinan“-nya dan mengabaikan
"demokrasi“-nya adalah pertanda meningkatnya rasa superioritas
PKI sesuai dengan statementnya yang menganggap bahwa secara politik, PKI merasa
telah berdominasi. Anggapan bahwa partai ini berdominasi,pada akhirnya
tidak lebih dari satu ilusi.
Ada
pun Gerakan 30
September 1965, secara
politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnyaKamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara
Halim. Sedang operasi militer dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang
bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari
gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS
(Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah Letkol. Untung Samsuri.
Menurut
keterangan, sejak dicetuskannya gerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih
semua wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah,
hanyalah yang bersumber dari Dewan Militer. Tapi setelah nampak bahwa gerakan
akan mengalami kegagalan, karena mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan
sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak berfungsi lagi. Apa yang dikerjakan
ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing-masing. Aidit dengan
bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang dan tak bisa
ditemui oleh teman-temannya yang memerlukan instruksi mengenai gerakan
selanjutnya. Antara kebenaran dan manipulasi sejarah. Dalam konflik penafsiran
dan kontroversi narasi atas Peristiwa 30 September 1965 dan peranan PKI, klaim
kebenaran bagaikan pendulum yang berayun dari kiri ke kanan dan sebaliknya,
sehingga membingungkan masyarakat, terutama generasi baru yang masanya jauh
sesudah peristiwa terjadi. Tetapi perbedaan versi kebenaran terjadi sejak awal
segera setelah terjadinya peristiwa.
Di
tingkat internasional, Kantor Berita RRC (Republik Rakyat Cina), Xinhua,
memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September 1965 adalah masalah internal
Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen
Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI. Presiden Soekarno pun
berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa
sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang keblinger dan
terpancing oleh insinuasi Barat, lalu melakukan tindakan-tindakan, dan karena
itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah
perwira Angkatan Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam
penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama AD pada
tengah malam 30 September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera
diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang
pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada
tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira penerangan
telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman, melebihi peristiwa
sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal
menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan yang
hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan efek mengerikan melampaui batas
yang mampu dibayangkan semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga
tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.
Setelah
berakhirnya masa kekuasaan formal Soeharto, muncul kesempatan untuk menelaah bagian-bagian sejarah
–khususnya mengenai Peristiwa 30 September 1965 dan PKI yang dianggap
kontroversial atau mengandung ketidakbenaran. Kesempatan itu memang kemudian
digunakan dengan baik, bukan saja oleh para sejarawan dalam batas kompetensi
kesejarahan, tetapi juga oleh mereka yang pernah terlibat dengan peristiwa atau
terlibat keanggotaan PKI. Bila sebelum ini penulisan versi penguasa sebelum
reformasi banyak dikecam karena di sana sini mengandung unsur manipulasi
sejarah, ternyata pada sisi sebaliknya di sebagian kalangan muncul pula
kecenderungan manipulatif yang sama yang bertujuan untuk memberi posisi baru
dalam sejarah bagi PKI, yakni sebagai korban politik semata. Pendulum sejarah
kali ini diayunkan terlalu jauh ke kiri, setelah pada masa sebelumnya diayunkan
terlalu jauh ke kanan.
Terdapat
sejumlah nuansa berbeda yang harus bisa dipisahkan satu sama lain dengan cermat
dan arif, dalam menghadapi masalah keterlibatan PKI pada peristiwa-peristiwa
politik sekitar 1965. Bahwa sejumlah tokoh utama PKI terlibat dalam Gerakan 30
September 1965 dan kemudian melahirkan Peristiwa 30 September 1965 –suatu
peristiwa di mana enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat diculik
dan dibunuh– sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Bahwa ada usaha
merebut kekuasaan dengan pembentukan Dewan Revolusi yang telah mengeluarkan
sejumlah pengumuman tentang pengambilalihan kekuasaan, kasat mata, ada
dokumen-dokumennya. Bahwa ada lika-liku politik dalam rangka pertarungan
kekuasaan sebagai latar belakang, itu adalah soal lain yang memang perlu lebih
diperjelas duduk masalah sebenarnya, dari waktu ke waktu, untuk lebih mendekati
kebenaran sesungguhnya. Proses mendekati kebenaran tak boleh dihentikan. Bahwa
dalam proses sosiologis berikutnya, akibat dorongan konflik politik maupun
konflik sosial yang tercipta terutama dalam kurun waktu Nasakom 1959-1965,
terjadi malapetaka berupa pembunuhan massal dalam perspektif pembalasan dengan
anggota-anggota PKI terutama sebagai korban, pun merupakan fakta sejarah. Ekses
telah dibalas dengan ekses, gejala diperangi dengan gejala
PARTAI
INDONESIA (PARTINDO)
Latar
Belakang Berdirinya Partindo
Adanya
permohonan naik banding yang diumumkan oleh Dewan Hakim tanggal 17 April 1931
berarti PNI membubarkan diri walaupun pemerintah secara tidak langsung
menyatakan bahwa PNI sebagai partai terlarang dan membubarkannya tetapi jelas
bahwa ia akan menghadapi kesulitan bagi eksistensinya. Pada tanggal 1 Mei 1931
diumumkan pendirian Partindo merupakan kelanjutan dari PNI yang telah
dibubarkan dan Sartono mengharapkan agar anggota PNI masuk kembali dalam
Partindo.
Tujuan
Partindo
Tujuan
Partindo adalah untuk mencapai satu Negara Republik Indonesia Merdeka dan
kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan seluruh bangsa Indonesia. Partindo
menyelenggarakan kongresnya pada tanggal 15 – 17 Mei 1932 di Jakarta. Ir.
Soekarno belum menjadi anggota partai, tetapi dia memberikan pidato singkat di
dalam kongres dan muncul slogan-slogan seperti “Indonesia Merdeka Sekarang”,
“Imperialisme”, “Menentang Kebangsaan”, “Asas-asas Partai Indonesi Menentukan
Nasib Sendiri”, “Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Kebangsaan”.
Perkembangan
Partindo
Setelah
Ir. Soekarno masuk partai Partindo, ia kemudian menjadi Ketua Cabang Bandung.
Pada waktu ia memimpin cabang Bandung, anggotanya baru mencapai 226 orang
(Agustus 1932), tetapi pada bulan Juni 1933 anggotanya telah mencapai 3.762
orang. Pada kongres Partindo bulan Juli 1933, Ir. Soekarno memperjelas konsep
Marhaenisme. Pada dasarnya Marhaenisme menolak analisa kelas dari PNI
Pendidikan dan lebih menyukai perjuangan membela rakyat kecil serta menekankan
kebahagiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial untuk Marhaen atau rakyat kecil
yang berjumlah hampir 95 persen.
Pada
tahun 1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota
Partindo. Hak bersidang makin dipersempit, maka atas tindakan pemerintah itu
Partindo hanya dapat membela diri melalui tulisannya dalam surat kabar. Dalam
sebuah tulisan Sartono menyampaikan : “.......... selama pena kita masih
berpucuk, kita akan tetap mendengungkan suara kita dan akan menentang segala
hasutan yang ditujukan kepada pergerakan kemerdekaan nasional. Kita harus
mempersatukan jiwanya maupun kekuatannya”
Berakhirnya
Partindo
Partindo
yang akan mnyelenggarakan kongresnya tanggal 30 – 31 Desember 1934, dengan
cepat dilarang pemerintah. Untuk mengendorkan tekanan dari pemerintah terhadap
Partindo organisasi itu keluar dari PPKI, tetapi ternyata pemerintah masih
bertindak keras. Dari dalam sendiri, Partindo merasa terpukul dengan keluarnya
Ir. Soekarno (Oktober 1933). Namun Partindo berjalan terus sampai sampai tidak
dapat bergerak. Partindo membubarkan diri pada tanggal 18 November 1936.
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia( PPPKI )
PPKI terbentuk sebagai akibat dari kesadaran yang mulai
muncul bahwa kekuatan pergerakan nasional mesti dibenahi dan harus segera
dibentuk front kesatuan sebagai bentuk koordinasi bersama dalam menghadapi
pemerintah kolonial, koordinasi diperlukan sebab tidak mungkin masing-masing
masih mengejar kepentingan sendiri. Soekarno pun setuju untuk membentuk front
bersama dan merasa yakin bahwa persatuan kesatuan bisa diwujudkan dan
perjuangan kemerdekaan pun akan mudah terlaksana, beberapa organisasi pun mulai
bergabung, sempat ide ini ditolak oleh sebagian organisasi karena Soekarno
dianggap sebagai hasil didikan Belanda sehingga rasa nasionalisme Soekarno
diragukan.
Setelah melalui beberapa kendala akhirnya pada tahun 1927
dibentuklah PPPKI (pemufakatan perhimpunan-perhimpunan politik kebangsaan
indonesia) organisasi ini menampung beberapa organisasi seperti PSI, BU, PNI,
Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi. PPPKI pun semakin berkembang dan rutin
mengadakan kongres bahkan Soekarno pun sempat menjadi ketua majelis
pertimbangan PPPKI akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata PPPKI
tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya hal ini dikarenakan adanya
pertentangan antara Partindo dan PNI baru yang mana semakin melemahkan PPKI,
dan intervensi dari pemerintah Belanda pun ikut menjadi faktor lemahnya PPPKI.
Sebagaimana dijelaskan pada bab yang lalu, bahwa
pergerakan nasional pada decade 1920-an ditandai, antara lain, dengan adanya
persaingan di antara kaum pergerakan nasional sendiri dan penempatan gubernur
jenderal yang reaksioner. Namun demikian, dalam situasi seperti itu kaum
nasionais terus berupayauntuk terus memeprtahankan keberadaannya, bahkan
meningkatkan perjuangannya. Atas dasar itulah, maka kaum nasionalis mencoba
menyatukan persepsi: bersatu untuk melawan penjajah, menuju kemerdekaan. Satu
hal yang perlu diperhatikan dari kondisi kaum pergerakan nasional adalah
sifatnya pluralistic. Sifat ini kemudian menjadi karakteristik pergerakan pada
decade ini. Adanya perbedaan golongan, kepentingan, sikap dan orientasi
perjuangan merupakan asset sekaligus juga tantangan; betapa majemuknya kekuatan
yang ada pada satu pihak, sedangkan pada pihak lain tak akan terelakkan lagi
betapa rapuh (fragile) kebinekaan itu.
Satu upaya yang telah dicapai pada periode 1920-an adalah
adanya keinginan kaum pergerakan untuk mewujudkan asas persatuan Indonesia.
Atas inisiatif studieclub yang ada di Bnadung dan Surabaya pada bulan Desember
1926 didirikanlah Komite Persatuan Indonesia. Organisasi-organisasi yang masuk
ke dalam komite ini adalah semua studieclub, Sarekat Islam, uhammadiyah, Jong
Islamieten Bond, Psundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat
Madura. Akan tetapi, komite ini tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan
semula (Pringgodigdo, 1980: 74).
Adalah Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada
tanggal 4 Jui 1927 pimpinan Ir. Soekarno dan beberapa orang bekas anggota
Perhimpunan Indonesia, berupaya mewujudkan impian Komite Persatuan Indonesia
yang tidak pernah tercapai. Setelah bekerja sama dengan Dr. Sukiman (PSI) dalam
membuat peraturan sementara, maka Ir. Soekarno (PNI) memprakarsai berdirinya
Permufakatan Perhimpunan Partij-partij Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
pada tanggal 17 Desember 1927 (Noer, 1996: 271). Partai-partai yang terhimpun
dalam permufakatan tersebut adalah PNI, PSI, BO, Pasundan, Sarekat Sumatera,
Kaum Betawi, Indonesische Studieclub, Sarekat Madura, Tirtajasa, dan
Perserikatan Celebes. Konsentrasi nasional PPPKI ini bertujuan sebagai berikut:
1)
Menyamakan arah aksi kebangsaan, memperkuatnya dengan memperbaiki organisasi
dengan bekerjasama antaranggotanya.
2)
Menghindarkan perselisihan antaranggotamya.
Atas dasar itu, maka di dalam konsentrasi itu tidak akan
diperbincangkan masalah asas dan faham-faham partai yang bergabung
(Pringgodigdo, 1980: 74). Dengan demikian, melalui PPPKI ini solidaritas
antarorganisasi yang menjadi tuntutan pokok dapat dilaksanakan (Kartodirdjo,
1990: 158). Dalam Anggaran Dasar PPPKI juga disebutkan bahwa, rapat-rapat
diadakan jika ada keperluan mendadak yang pelaksanaannya sekurang-kurangnya
setahun sekali. Sedangkan badan yang tetap dari permufakatan ini adalah Majelis
Pertimbangan yang terdiri dari seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan
wakil-wakil partai.
Kongres pertama PPPKI dilakukan pada tanggal 30 Agustus
sampai dengan tanggal 2 September 1928 di Surabaya. Keputusan yang sangat
penting dari kongres ini adalah mosi ―dari rakyat kepada rakyat‖, dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan
pergerakan. Dalam mosi ini dijelaskan tentang hal-hal berikut.:
1) dalam berpropaganda
untuk organisasi sendiri, anggota PPPKI tidak boleh menyalahkan asas-asas atau
tujuan anggota yang lain.
2) Tidak boleh
mempergunakan kata-kata yang sekiranya akan menyinggung persaan orang lain.
3) Segala perselisihan
antarsesama anggota PPPKI harus diselesaikan dengan jalan perundingan.
Pada
tanggal 25 – 26 Desember 1928 di Bndung, PPPKI mengadakan rapat dengan
mengambil keputusan sebagai berikut:
1)
Akan menjalankan aksi yang kuat untuk menentang segala pasal dalam
Undang-Undang Hukum Pidana yang merintangi orang-orang menyatakan pikirannya
dengan merdeka dan merintangi aksi lain-lainnya.
2)
Akan menuntut supaya para interniran yang tidak berdosa di Digul agar
dibebaskan.
3)
Akan membentuk suatu panitia untuk pengajaran (sekolah) kebangsaan.
4)
Akan menyerahkan memorandum tentang peraturan punale sanctie terhadap
kuli kontrak kepada Albert Thomas, Ketua Konferensi Perburuhan Internasional,
Genewa, bila ia dating ke Indonesia (Persatuan Indonesia, 1 – 7 – 1928).
Mosi-mosi di atas dilatarbelakangi oleh tindakan
sewenang-wenang dari pemerintah terhadap para aktivis pergerakan nasional.
Sebagaimana diketahui bahwa, dalam peraturan tentang menjalankan hak berserikat
dan berkumpul di Indonesia dijelaskan, antara lain, bahwa untuk mendirikan
suatu perserikatan tidak usah mendapat ijin dari pemerintah. Dijelaskan pula
mengenai perserkatan yang terlarang yaitu jika pendiriannya dirahasiakan dan
jika yang berwajib menerangkan bahwa perserikatan itu berlawanan dengan
keamanan umum.
Akan tetapi dalam kenyataannya, setiap perserikatan atau
perkumpulan itu harus mendapat ijin terlebih dahulu. Di samping itu, penguasa
dengan semena-mena menuduh seseorang atau badan yang dianggap melanggar
pasal-pasal ―karet‖ karena mengganggu rust en orde keamanan dan
ketertiban. Hal ini sering terjadi terhadap seseorang yang dianggap anti
pemerintah, sehingga dengan dalih apapun kasum pergerakan akan tetap
dipersalahkan.
Pada konferensi di Yogyakarta yang diselenggarakan pada
tanggal 29 – 30 Maret 1929, PNI menganjurkan agar Perhimpunan Indonesia (PI)
dijadikan pengawal terdepan di Eropa. Hal ini penting sekali karena hal-hal
berikut:
1) agar bangsa-bangsa di
Eropa mengetahgui secara pasti peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi di
Indonesia.
2) Sebaliknya, agar PPPKI
mengetahui kondisi politik di Eropa yang tentu ada kepentingannya dengan
Indonesia.
Pada kongres di Solo, 25 – 27 Desember 1929, PPPKI
kembali mengemukakan mosi ―dari
rakyat dan untuk rakyat‖,
antara lain, sebnagai berikut.
1)
membuat panitia penyelidik pergerakan sekerja.
2)
Buruknya penahanan lama-lama oleh poisi tas kaum poitisi.
3)
Tidak sahnya larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota partai
nasional.
4)
setiap orang yang tidak menghormati persatuan Indonesia adalah musuh Indonesia.
5)
Pembentukan fonds nasional untuk meningkatkan propaganda di dalam dan di aur
negeri.
Sementara itu, sehubungan dengan adanya penggeledahan
terhadap para pimpinan PNI (29 Desember 1929), PPPKI memprotes penggeledahan
itu (12 Januari 1930). Di samping itu, memperkuat dukungan terhadap fonds
nasonal untuk membantu keluarga yang sedang dalam tahanan. Hal yang tak kalah
pentingnya adalah mosi ―dari
rakyat untuk rakyat‖,
dalam kondisi apa pun pergerakan akan tetap ditingkatkan untuk meneruskan aksi
menuju kemerdekaan. Bagaimanapun pada masa itu terjadi pengawasan pemerintah
yang berlebihan, baik terhadap perorangan maupun terhadap organisasi.
Seperti dikemukakan pada bagian yang lalu bahwa,
benih-benih keretakan telah nampak ketika permufakatan ini mulai berdiri.
Pertentangan pun tak dapat dielakkan lagi, sehingga pada bulan Desember 1930
PSI ke luar dari PPPKI. Di samping itu, juga adanya perpecahan dalam Partindo
dan PNI Baru. Meskipun kedua organisasi ini berasa;l dari PNI (lama), akan
tetapi ketika Ir. Soekarno dan kawan-kawan dipenjara, terjadilah dua kubu
kekuatan yang satu dan lainnya tidak dapat dipersatukan kembali. Polarisasi ini
lebih jelas lagi ketika Ir. Soekarno memiih Partindo, sedangkan Drs. Moh. Hatta
memiih PNI Baru.
Namun demikian, PPPKI berupaya mempertahankan diri baik
dari keretakan dalam federasi maupun karena reaksi dari penguasa. Untuk
mewujudkan cita-citanya, PPPKI meakukan hal-hal berikut:
1) mengganti nama
permufakatan menjadi persatuan; kebangsaan menjadi kemerdekaan.
2) Memindahkan Majelis
Pertimbangan dari Surabaya ke Jakarta.
3) Melakukan berbagai aksi
untuk menentang kebijakan pemerintah dalam hal berserikat, hokum pidana, dan
hak-hak luar biasa pemerintah atas pengasingan.
Ketiga upaya di atas diharapkan akan memperkuat
pergerakan, sehingga dengan demikian berbagai partai politik yang ada tidak
dipaksa untuk mufakat, me;lainkan diusahakan cara-cara yang demokratis sesuai
dengan latar belakang setiap parpol. Adapun pemindahan Majelis pertimbangan ke
Jakarta, mengingat bahwa Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan tempat
berdirinya berbagai organisasi pergerakan. Sedangkan hal yang terakhir adalah
upaya PPPKI dalam rangka membela para pemimpin pergerakan yang pada masa itu
diasingkan, antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Sutan Sjahrir.
Sementara itu, pada paruh kedua decade1930-an karena
reaksi dari pemerintah colonial, PPPKI tidak bias mempertahankan aksinya lagi.
Tambahan pula, upaya-upaya Ir. Soekarno untuk memperbaiki dan mendorong
aksi-aksi PPPKI tidak bias dilakukan lagi. Kondisi ini menyebabkan sikap
pergerakan mencari format baru dalam mempersatukan partai-partai yang ada
melalui Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Pembentukan GAPI
Kepasifan PPPKI menyebabkan tenggelamnya persatuan itu.
Oleh karena itu, diperlukan wadah baru untuk merapatkan barisan dalam menentang
penjajah Belanda. Hal ini ditempuh karena beberapa sebab. Pertama,
tidak adanya keputusan yang bersifat politik baik dari MIAI sebagai organisasi
religius maupun Parindra dari non religius (Kartodirdjo, 1990: 185). Kedua,
tersumbatnya Volksraad dalam mengeluarkan aspirasi Bangsa Indonesia melalui
kaum pergerakan. Mandegnya fraksi nasional dan ditolaknya Petisi Soetardjo
merupakan contoh dari kegagalan ini. Ketiga, kegagalan Badan
Perantaraan Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI) dalam melaksanakan
programnya. Keempat, melalui heterogenitas Indonesia
dikumandangkan rencana Colijn untuk membentuk negara-negara pulau sebagai
reaksi dari politik devide et impera. Selain faktor-faktor di atas, hal yang
tidak kalah pentingnya adalah situasi internasional pada saat itu.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif Husni
Thamrin (Parindra) mengadakan rapat tanggal 19 Maret 1939 untuk mendirikan
badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada
tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan
konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Sesuai dengan anggaran
dasarnya tujuan GAPI adalah:
1)
Menghimpun organisasi-organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja
bersama-sama.
2)
Menyelenggarakan kongres Indonesia.
Pada
bagian lain anggaran dasarnya disebutkan, bahwa Gabungan Politik Indonesia
berdasarkan kepada beberapa hal berikut.
1)
Hak untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri.
2)
Persatuan Nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan
dalam paham politik.
3)
Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI,
akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak
bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun hal ini akan mempengaruhi bahkan
menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika
berdidinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di
samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa
diselesaikan. Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan
dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo
dengan Moh. Yamin. Sementara itu perpecahan kaumm pergerakan tidak menjadi
penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya.
Pada rapatnya tanggal 4 Juli 1939 GAPI memutuskan
pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan
pelaksanaan program GAPI. Disamping itu GAPI melakukan aksi Indonesia
Berparlemen. Dengan aksi ini diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang
untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat
Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II.
Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama
Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap
aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan
konferensi GAPI yang dilangsungkan pada tanggal 19 dan 20 September 1939,
antara lain sebagai berikut.:
1)
Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh
rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu.
2)
Jika keputusan No. 1) dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk
mendukung Belanda.
3)
Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI
(Pringgodigdo, 1980: 145).
Dalam berbagai konferensi dan resolusi, GAPI ternyata
tetap mendesak pemerintah agar mengadakan parlemen sejati; bagaimanapun
Volksraad yang ada tidak representatif bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
aksi-aksi GAPI ―Indonesia
Berparlemen‖ merupakan
program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai baik anggota
GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tambahan pula, bahwa GAPI sebagai
badan pekerja KRI itu sudah menjadi kewajiban GAPI untuk mempropagandakannya
oleh semua Komite Indonesia Berparlemen di seluruh Indonesia.
Tuntutan GAPI, Indonesia Berparlemen, ternyata kurang
mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa
segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan
dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak
bulan Mei 1940 ini tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda.
Dan ketika pemerintah Netherland menjadi Exile Government di London ini
berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda.
Akan tetapi desakan yang terus-menerus dari GAPI ―Indonesia Berparlemen‖ telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia ―Commisie tot bestudering van staattrechtelijke
hervormingen‖ (Panitia
untuk mempelajari perubahan-perubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut
Commisie Visman -nama ketuanya Visman- ini dibentuk pada bulan November 1940 dan
laporannya ke luar tahun 1942 (Pringgodigdo, 1980: 196). Commisie Visman
sendiri meminta keterangan dari GAPI untuk melakukan penjelasan mengenai
Indonesia Berparlemen.
Melalui rapat Pleno GAPI pada tanggal 31 Januari 1941,
aksinya GAPI mengajukan memorandum yang isinya sebagai berikut:
A. Bentuk dan Susuna Parlemen.
1) Parlemen yang
dicita-citakan oleh GAPIterdiri dari dua majelis, Majelis Pertama (Eerste
Kamer) dan Majelis Kedua (Tweede Kamer).
2)
Hak anggota kedua Majelis diberikan pada penduduk Negara (Staatsburger) baik
laki-laki maupun perempuan.
3)
Semua anggota dipilih:
a.
Rapat Majelis Pertama, menurut aturan yang akan ditentukan, aturan mana harus
memberi tanggungan, supaya golongan-golongan atau aliran-aliran (groepeeringen
en stromingen) dalam masyarakat mendapat perwakilan yang pantas dan adil.
b.
Buat Majelis Kedua oleh rakyat (staatsburger).
4)
Penduduk Negara terdiri pada asasnya dari ―Netherlandsh Onderdaan‖ yang sekarang.
5)
Pemilihan dari anggota majelis kedua dilakukan atas dasar berimbangan
(evenredigheid) dan pembagian dalam daerah-daerah (regional).
6)
Hak memilih adalah umum dan langsung.
7)
Hak memilih pada azasnya diberikan kepada tiap-tiap penduduk Negara.
8)
Jumlah anggota Majelis Pertama dan Majelis Kedua adalah masing-masing
sedikitnya 100 dan 200.
9)
Parlemen adalah kekuasaan Pembikin Hukum yang tertinggi.
10)
Parlemen menentukan semua peraturan yang mengenai kepentingan negara.
B. Bentuk Indonesia Berparlemen.
1) Indonesia adalah suatu
negara dikepalai oleh seorang Kepala Negara (Staatshoofd).
2) Kepala Negara mempunyai
hak veto (meminta dan menolak usulan parlemen), dan tidak memberi pertanggungan
kepada parlemen (ouschenbaar).
3) Menteri-menteri
menanggung jawab.
4) Kekuasaan buat buat
menjalankan pemerintahan adalah pada Kepala Negara.
5) Kepala Negara mengangkat
dan melepas menteri-menteri sesudah bermusyawarah dengan parlemen.
6) Kepala Negara dibantu
oleh satu badan penasehat Raad Van Staat yang anggotanya diangkat dan dilepas
oleh Kepala Negara.
7) Indonesia dan Netherland
menjadi satu serikat negara (Statenbond).
C. Daya upaya untuk menciptakan
Indonesia Berparlemen.
1) Harus diadakan
perubahan-perubahan tata negara dalam arti kata kemajuan dalam susunan tata
negara.
2) Langkah-langkah pertama
yang dilakukan oleh pemerintah luhur (Oppersbestuur) c.q. Pemerintah
Hindia Belanda (Indische Regering).
a. Mengangkat seorang
Gubernur Jenderal bangsa Indonesia.
b. Mengangkat seorang
onserdirektur bangsa Indonesia buat tiap-tiap departemen c.q. menambah tenaga
Indonesia dalam pimpinan departemen-departemen.
c. Mengangkat lebih
banyak bangsa Indonesia di dalam Raad van Indie.
d. Mengangkat Majelis
Rakyat (volkskamer) di samping Volksraad yang sekarang.
e. Melakukan
pemilihan-pemilihan buat anggota-anggota Majelis Rakyat, menurut aturan
pemilihan umum dan langsung atas dasar pertimbangan (evendigheid) dan pembagian
dalam daerah-daerah (regional).
f. Memberikan hak dua
memilih dan buat dipilih buat pemilihan anggota-anggota Majelis Rakyat pada
penduduk negara, Rakyat Kerajaan Belanda (Nederlandsch Orderdaan) laki-laki
dan perempuan.
g. Menentukan
wakil-wakil pemilih baik laki-laki maupun perempuan (Kiesmanen en
Kiesvrowen) buat yang tidak pandai membaca dan menulis salah satu tulisan
di Indonesia.
3) Volksraad dan Majelis
Rakyat bersama-sama menjadi perwakilan rakyat.
4) Pemerintah dan Perwakilan Rakyat
bersama-sama menjadi ―Pemerintah
Berdiri Sendiri‖ (Self
Government).
5) Pemerintah berdiri
sendiri mengatur kepentingan negara (Begrooting, dll).
6) Pemerintah luhur (Opperbestuur)
dan pemerintah berdiri sendiri (Self Government) bersama-sama menentukan:
a. Hukum Dasar Negara
(constitutie) yang harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak saja
susunan tata negara, tetapi susunan sosial ekonomi dan masyarakat juga diatur
menurut atas kerakyatan (Demokrasi).
b.
Perhubungan dengan negara-negara lain.
c.
Peraturan-peraturan kepentingan pertahanan (pembelaan) negara.
7) Susunan tata negara yang menciptakan
Indonesia Berparlemen hendaklah tercapai dalam 5 tahun, jika perlu menggunakan
staatsnoodrecht (Penjedar, no. 9, 27 Februari 1941; EYD dari penulis).
8) Memorandum yang diajukan GAPI
itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia mempunyai keinginan dan kemampuan untuk
mengurus sendiri bangsa dan negaranya. Hal ini juga sekaligus menghapus
ketidakpercayaan pemerintah kolonial yang selalu menganggap bahwa bangsa
Indonesia masih mentah dan belum bisa menyelenggarakan pemerintah sendiri.
Memorandum yang diajukan GAPI itu menunjukan bahwa bangsa
Indonesia mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengurus sendiri bangsa dan
negaranya. Hal ini juga sekaligus menghapus ketidakpercayaan pemerintah
kolonial yang selalu menganggap bahwa bangsa Indonesia masih mentah dan belum
bisa menyelenggarakan pemerintah sendiri.
Sebagaimana dijelaskan pada butir C.2.d bahwa pemerintah
Hindia Belanda akan mengadakan Majelis Rakyat. Meskipun aksi GAPI ditolak, akan
tetapi Majelis Rakyat Indonesia terbentuk sebagai pengganti Kongres Rakyat
Indonesia (13-14 September 1941). Pembentukan MRI itu juga tidak lepas dari
tujuan GAPI semula: mencapai kesentosaan dan kemuliaan rakyat yang berdasarkan
demokrasi. Tambahan pula MRI ini dianggap sebagai suatu badan perwakilan rakyat
Indonesia, dimana di dalamnya terdapat GAPI, MIAI, dan PVPN. Jika dilihat
anggota-anggotanya MRI ini dapat dikatakan sebagai koonmsentrasi nasional.
Apalagi ia merupakan badan yang meliputi seluruh pergerakan rakyat. Akan tetapi
unsur dari GAPI mempunyai pengaruh terbesar dalam MRI. Agar terlihat aktivitas
dan orientasi komsentrasi nasional PPPKI dan GAPI.
PERS ERA REFORMASI
KEBEBASAN
PERS di ERA REFORMASI
Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat.
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan
bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan
kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan
peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam
menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati,
dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan
berserikat, berkumpul dan berpendapat.
Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah
runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan
adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa
orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang
menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu
mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat.
Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan
menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan
memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama
atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan
baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers
dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan
persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.
Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia
mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena
itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan
berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga
menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pers yang bebas merupakan salah
satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai
prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara
kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal
yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media
terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan
informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan
memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak
terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang
jalannya pemerintahan.
Sungguh ironi, dalam sistem
politik yang relatif terbuka saat ini, pers Indonesia cenderung memperlihatkan
performa dan sikap yang dilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh
seiring tumbangnya rezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasa
mengembangkan isi pemberitaan. Namun, di sisi lain, kebebasan tersebut juga
sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen
pendidik masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin,
tetapi pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat
membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan
dikecam banyak pihak karena berubah menjadi ”kebablasan pers”. Hal itu jelas
sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan
(seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif,
sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.
Ada hal lain yang harus
diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan masalah
agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal ini berkembang sesuai dengan
apa yang mereka yakini.
Sayangnya, berkembangnya
kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan
budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan.
Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga
makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat
kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin
dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang
berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang
mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian
sehari-hari.
`Ide tentang kebebasan pers yang
kemudian menjadi sebuah akidah pelaku industri pers di Indonesia. Ada dua
pandangan besar mengenai kebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada
pandangan naturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawab
sosial.
Menurut pandangan libertarian,
semenjak lahir manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat
oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintahan. Dengan asumsi seperti ini, teori
libertarian menganggap sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskan pada tiga
argumen. Pertama, sensor melanggar hak
alamiah manusia untuk berekspresi secara bebas. Kedua,
sensor memungkinkan tiran mengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan
kepentingan orang banyak. Ketiga,
sensor menghalangi upaya pencarian kebenaran. Untuk menemukan kebenaran,
manusia membutuhkan akses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang
disodorkan kepadanya.
Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, negara dan bangsa kita
membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free
and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan
pers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak
berbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebebasan pers Indonesia
idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola media, dan
kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili
kepentingan negara (pemerintah), atau kepentingan rakyat.
Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharap
aktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhi kepentingan
sepihak, baik kepentingan pengelola (sumber), maupun teratas pada pemenuhan
kepentingan sasaran (publik media).
Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena
ketidakberdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemimpin pers
harus berperan sebagai fasilitator untuk dapat mengapresiasikan apa yang
diinginkan publik terhadap pemimpinnya dapat terwujud.
PERS PADA ERA
PERGERAKAN NASIONAL
Syamsul Basri
menjelaskan peranan pers yang menentukan dalam perjuangan pergerakan nasional,
yakni:
1.
Menyadarkan
masyarakat/bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus
diperjuangkan
2.
Membangkitkan
dan mengembangkan rasa percaya diri, sebagai syarat utama memperoleh
kemerdekaan
3.
Membangkitkan
dan mengembangkan rasa persatuan
4.
Membuka mata
bangsa Indonesia terhadap politik dan praktek kolonial Belanda.12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar